makalah bank syariah
MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Tentang:
Perbankan Syariah
Di susun oleh:
Marvani Yanti (1830402059)
Dosen :
Dr. H. Syukri Iska, M.Ag
Ifelda Nengsih., S.E.I., M.A
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Perbankan syariah dalam istilah internasional dikenal
sebagai Islamic Banking atau juga di
sebut dengan imterest-free banking.peristilahan
dengan mengunakan kata Islamic tidak
dapat di lepaskan dari asal- usul sistem perbankan syar’iah itu sendri.Bank
syariah pada awalnya di kembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom
dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasidesakan dari sebagai
pihak yang menginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang di laksanakan
sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah islam.Utamanya adalah
berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi)dan gharar (ketidakjelasan).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
bank syariah
Adalah
bank yang bereporasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga.bank islam atau biasa di sebut dengan bank tanpa bunga
,adalah lembaga keuangan yang beroperasional dan produknya di kembangkan berlandasan pada alquran dan hadist nabi
SAW.atau dengan kata lain,bank islam adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaraan serta peredaraan uang yang mengeporasikan di sesuaikan dengan
prinsip syariat islam. Antonio dan
perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian ,yaitu bank islam dan bank
yang beroperasi dengan prinsip syariat islam. Bank islam adalah (1) bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat islam; (2) bank tata cara
beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan alquran dan hadist ; sementara
bank yang bereporasi sesuai dengan prinsp syriah islam, rkhsusnya
yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam. Di katakan lebih lanjut
,dalam tata cara bermuamalat itu di jauhi praktik-praktik yang di khwatirkan
mengandung unsur-unsur riba di isi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas
dasar bagi hasil pembiayaan dan perdagangan .[1]
Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa
di sebut finansial intermediary.
Artinya, lembaga bank adalah yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah
uang. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang
yang merupakan alat pelancar terjadi perdagangan yang utama. Kegiatan dan usaha
bank akan selalu terkait dengn komoditas , antara lain:
1.
Memindahkan uang
2.
Menerima dan membayarkan kembali uang
dalam rekening koran
3.
Mendiskonto surat wesel,surat order
maupun surat berharga lainnya
4.
Membeli dan menjual surat-surat berharga
5.
Membeli dan menjual cek,surat
wesel,kertas dagang
6.
Memberi jaminan bank
Kaitan
antara bank dengan uang dalam suatu unit bisnis adalah penting, namun di dalam
pelaksanaanya harus menghilangkan
ketidakadilan , ketidakjujuran dan “penghisapan“ dari suatu pihak ke pihak
lain. Kedudukan bank islam dalam hubungan dengan para kliennya adalah sebagai mitra
investor dan pedagang, sedang dalam hal bank pada umumnya, hubungannya adalah
sebagai kreditur atau debitur.2[2]
Menurut
ensiklopedi islam, Bank islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasikan disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat islam.
Berdasarkan rumusan tersebut , bank islam berarti bank yang tata cara
beroperasinya di dasarkan pada tata cara bermuamalat secara islam , yakni
mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia , baik hubungan pribadi maupun antara perorangan dengan masyrakat (
Abdul Wahaf Khallaf, 1980: 46) . Mu’amalah ini meliputi bidang kegiatan jual
beli, bunga ( riba), piutang (qoroah), gadai(rohan), memindahkan utang
(hawalah) , bagi untung perdagangan ( qiro’ah), jaminan(dhomah), persekutuan
(syirqoh), persewaan dan perburukan (ijaroh) (Moh.Anwar 1979: 23).
Secara
etimologi istilah bank berasal dari kata italia “Banco” yang artinya “ Bangku ini di gunakan pegawai bank untuk
melayani aktivitas operasionalnya kepada penabung. Secara terminologi , bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan
/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Pengertian
syariah secara etimologi berarti sumber air yang mengalir , kemudian kata
tersebut di gunakan untuk pengertian : hukum-hukum Allah yang di turunkan untuk
umat manusia (hamba Allh). Minsalnya terdapat alam : QS. Al-Maaidah(5):48:[3]
1. Sejarah
munculnya bank syariah
Lembaga
perbankan merupakan sebuah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu
menerima simpanan uang, menyalurkan uang, dan memberikan pelayanan pengiriman
uang. Pada dasarnya ketiga fungsi tersebut sudah dilaksanakan ketika zaman
Rasullah sudah ada.
Dalam
sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang di lakukan dengan akad yang
sesuaidengan syariah telah menjadi bagian dan tradisi umat islam sejak zaman
Rasullah SAW pelaksanaan-pelaksanaan seperti menerima penitipan harta ,
meminjamkan uang untuk keperluan konsumtif dan bisnis, serta melakukan
pengriman uang, telah lazim di lakukan sejak zaman Rasullah.
Pada
zaman pra islam, sebenarnya telah ada bentuk-bentuk perdagangan yang sekarang
di kembangkan di dunia bisnis modren. Bentuk –bentuk itu
minsalnua:al-musyarakah(joint venture),
al – ba’iu Takjiri (venture capital),
al- ijarah(leasing), al- ba’iu
Takjiri (here-purchas), at- takaful ( insulrance), al-ba;iu
bithaman ajil (instalment-sale), kredit pemilikan barang (al-murabahah)pinjam
dengan tambahan bunga (riba).
Bentuk-bentuk
perdangangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab kerena letaknya yang
amat strategis bagi perdagangan aktu itu, khususnya berpusat di kota
mekkah,jeddah dan madinah. Jazirah Arab yang berada di jalur perdagangan antara
asia afrika-eropa kemumgkinan besar telah di pengaruhi oleh bentuk-bentuk
ekonomi mesir purba, yunani kuo dan romawi sekitar 2500 tahun sebelum masehi
telah mengenal sistem perbankan. Demikian pula babilonia yang sekarang menjadi
wilayah irak juga telah mengenal sistem perbankan 2000 tahun sebelum masehi.
Dengan demikian apabila islam melarang pratek riba pada 2633 tahun kemudian,
maka larangan itu berarti tidak hanya di tunjukan kepada perorangan selaku mukallaf
tetapi juga di tujukan kepada lembaganya. Larangan membungakan uang ini tidak
hanya terdapat di dalam ajaran islam. Agama-agama samawi lainnya seperti
kristen dan yahudi juga melarangnya. Misalnya di dalam perjanjian lama kitab
Exsodus pasal 22 ayat 25 menyatakan, “jika engkau meminjamkan kepada salah
seorang maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutangterhadap
dia,janganlah kamu bebankan dengan uang kepadannya. Demikin pula di dalam
deuteronotif ( kitab
ulang) pasal 23 ayat 19
dinyatakan “ janganlah engkau membungakan uang kepada sauadaramu baik uang
maupun bahan makanan atau apa saja yang dapat dibungakan”.
Sikap umat terhadap larangan riba pada waktu
itu sangat patuh. Ternyata kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan
kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terlarang, dan terbukti mampu
mengantarkan umat islam kepada masa kejayaannya dimulai sekitar tahun 633 M
hingga ratusan tahun kemudian. Namu masa kejayaan itu tidak dapat dipertahankan
akibat perpecahan diakalangan umat islam sendiri disertai keterbelakangan ilmu
pengetahuaan dan teknologi sebagai korban dari kolonialisasi bangsa eropa di
sekitar abad ke-16. (Karnaen A. Perwaatmadja,1993:25).4 [4]
B. Landasan
hukum Bank Syariah
Bank syariah secara yuridis
normatif dan yuridis empris di akui keberadaan nya di Negara Indonesia .
pengakuan secara yuridis normative tercatat dalam peraturan perundang-undang di
Indonesia, sedangkan secara yuridis empiris,bank syariah di beri kesempatan dan
peluang yang baik berkembang di seluruh wilayah Indonesia.
Upaya intensif pendirian bank
syariah di Indonesia dapat di telusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat
pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober(pakto) yang mengatur delegulasi
industry perbankan di Indonesia, dan para ulama waktu itu telah berusaha
mendirikan bank bebas bunga.
Hubungan yang bersifat
akomodatif antra masyakat muslim dengan pemerintah telah memunculkan lembaga
keungan (bank syariah) yang dapat melayani transaksi kegiatan dengan bebas
bunga. Kehadiran bank syariah pada perkembangannya telah mendapat pengaturan
dalam sistem perbankan nasional. Pada tahun 1990, terdapat rekomendasi dari MUI
untuk mendirikan bank syariah, tahun 1992 di keluarkannya undang-undang no 10
tahun 1998 yang mengatur bank beroperasi secara ganda(dual system bank), di keluarkan undang-undang no 23 tahun 1999 yang
mengatur kebijakan moneter yang di dasarkan prinsip syariah, kemudian di
keluarkan peraturan bank indonesia tahun 2001 yang mengatur kelembagaan dan
kegiatan operasional berdasarkan prinsip syariah, dan pada tahun 2008 di
keluarkan undang-undang no 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.5[5]
Pengaturan (regulasi)
perbankan syariah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi stakeholder
dan memberikan keyakinan kepada masyarakat luas dalam menggunakan produk dan jasa bank
syariah .
a . landasan hukum islam
artinya :
orang-orang yang makan (
mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yabg
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah di sebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allh telah menghalalkan jual-beli dan
mengaharamkan riba. (AL-Baqarah:275).
b. landasan hukum positif
1. undang-undang No. 7 Tahun
1992
Sejak di berlakukannya UU
No.7 tahun1992 yang memosisikan bank syariah sebagai bank umum dan bank
perkreditan rakyat, memberikan angina segar kepada sebagian umat muslim yang
anti riba, yang di tandai dengan mulai beroperasinya bank muamalat Indonesia
(BMI) pada tanggal 1 mei 1992 dengan modal awal Rp.106.126.382.000,00.
Meskipun UU No.7 tahun 1992
tersebut tidak secara eksplist menyebutkan pendirian bank syariah atau bank
bagi hasil dalam pasal-pasalnya, kebebasan yang di berikan oleh pemerintahan
melalui deregulasi tersebut telah memberikan pilihan bebas kepada masyarakat
untuk merefleksikan pemahaman mereka atas maksud dan kandungan peraturan
tersebut.
2. undang-undang no 10 tahun
1998
Undang-undang no 10 tahun 1998
tentang perubahan atas undang-undang no.7 tahun 1992 hadir untuk memberikan
kesempatan meningkatkan peranan bank syariah untuk menampung aspirasi dan
kebutuhan masyarakat. Arah kebijakan regulasi ini di maksudkan agar ada
peningkatan pernana bank nasional sesuai fungsinya dalam menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat dengan perioritas koperasi , pengusaha kecil, dan
menengah serta seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Dalam UU No.10
tahun 1998 ini pun memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mendirikan bank
yang menyelenggrakan kegiatab usaha berdasarkan prinsip syariah,
3. undang-undang No.23 tahun
2003
UU no.23 tahun 1990 tentang
bank Indonesia telah menugaskan kepada BI untuk mempersiapkan perangkat
aturan dan fasilitas-fasilitas penunjang
laninnya yang mendukung kelancaran
operasional bank berbasis syariah serta penerapan dual bank sytem
4. undanng-undang no.21 tahun
2008
Beberapa aspek penting dalam
UU No 21 Tahun 2008:
a. pertama,adanya kewajiban
mencantumkan kata sryariah bagi bank syariah yang telah beroperasi sebelum
berlakunya UU No .21 tahun 2008 (pasal 5 no.4).
b. kedua , adanya sanksi bagi
pemenang saham pengendali yang tidak lulus fit
and proper test dari BI(pasal 27).[6]
C. Prinsip-prnsip dasar operasional bank syariah
Dari hasil musyarawah (ijma internasional) para ahli
ekonomi muslim beserta para ahli fiqih dari Academi
fiqh di mekah pada tahun 1973, dapat
di simpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syariah islam
dalam sistem ekonomi islam ternyata dapat di terapkan dalam operasional lembaga
keuangan bank maupun lembaga keungan bukan bank.penerapan atas konsep tersebut
terwujud dengan munculkan lembaga keuangan islam di persada nusantara ini.
Sepuluh tahun sejak di
undangkannya lembaran Negara, undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan bagi hasil, yang di revisi dengan undang-undang nomor. 10 tahun 1998,
bank syariah dan lembaga keuangan non bank secara kuantatif tumbuh dengan
pesat. Pertumbuhan yang pesat secara kuantitatif tanpa di ikuti dengan peningkatan
kualitas teryata telah menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil.[7]
Secara garis besar , hubungan
ekonomi berdasarkan syariah islam tersebut di tentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar
aqad.
1. Prinsip Simpanan Murni (al-wadiah)
Prinsip simpanan murni
merupakan fasilitas yang di berikan oleh bank syariah untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam
bentuk al-wadiah. Fasilitas al
wadi’ah biasa di berikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan
seperti halnya giro dan tabungan. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadi’ah identic dengan giro.
2. Bagi Hasil (syirkah)
Sistem ini adalah suatu
sistem yang meliputi tata cara pembagiaan hasil usaha antara penyedia dana dengan
pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan
penyimpan dana,maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk
yang berdasarkan prinsip ini adalah mudrabah
dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat di pergunakan
sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun
pembiayaan,sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiyaan.
3. Prinsip Jual beli
(at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu
sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih
dahulu barang yang di butuhkan atau mengakat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank , kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli di tambah keuntungan (
margin).
4. prinsip sewa (al-ijarah) prinsip ini secara garis
besar terbagi kepada dua jenis :
(a) .ijarah,sewa murni,seperti halnya
penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya ( operating lease) .dalam teknis
perbankan , bank dapat membeli dahulu yang di butuhkan nasabah kemudian
menyewakan dalam waktu dan harga yang telah di sepakati kepada nasabah. (b) bai al takjiri atau ijarah al muntahiyah
bittamlik yang merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa
mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa (finansial lease).
5. Prinsip fee/jasa (al-Ajr
Wal Umulah)
Prinsip ini meliputi seluuh
layanan non pembiayaan yang di berikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini antara lain Bank Garansi, kliring, inkaso, jasa transfer, dan
lain-lain. Secara syariah prinsip ini di dasarkan pada konsep al-ajr wal umulah[8]
D. Menjelaskan Produk-Produk
Bank Syariah
Pada sistem operasi bank
syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan
bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah
tersebut kemudian di salurkan kepada mereka yang membutuhkan (minsalnya modal
usaha),dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Secara garis besar,
pengembangan produk bank syariah di kelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Produk Penghimpunan Dana
2. Produk Penyaluran Dana
3. Produk jasa
Produk Penghimpunan dana
1.Al-w.adiah
Yaitu antara pemilik barang
(termasuk uang) dengan penyimpanan (termasuk bank) dimana pihak penyimpanan
bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang di
titipkan kepadanya. Jadi al-wadiah ini merupakan titipan murni yang di
percayakan oleh pemiliknya . (Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmad,1998:179)
Terdapat dua jenis al
–wadiah:
a. Wadiah Amanah
pihak yang penyimpanan tidak
bertanggung jawab terdapat kerusakan atau kehilangan barang yang di simpan yang
tidak di akibatkan oleh perbuatan atau kelalaian penyimpanan.
b.Al-wadiah dhamanah
pihak penyimpanan dengan atau
izin pemilik barang dapat memanfaatkan barang yang dititipkan dan bertanggung
jawab atas kerusakan atau kehilangan barang yang di simpan . semua manfaat dan
keuntungan yang di proleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak
penyimpan.
2. Al-Mudharabah
perjanjian antara pemilik
modal (uang atau barang ) dengan pengusaha (entrepreneur).
Di mana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek\usaha dan
pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagiaan hasil sesuai
dengan perjanjian.
3. Al-Musarakah
Perjanjian kerjasama antara
dua pihak atau lebih pemilik modal(uang atau barang).untuk membiayai suatu
usaha keuntungan dari usaha tersebut di bagi sesuai dengan persetujuan antara
pihak-pihak tersebut yang tidak harus sama dengan pasar modal masing-masing pihak
dalam hal terjadi kerugian ,maka pembagiaan kerugiaan di lakukan sesuai pangsa
modal masing-masing.
4. Al-Murabahah dan Al-Bai’u Bithaman Ajil
Al-Murabahah yaitu
persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok di tambah
dengan keuntungan yang di sepakati bersama dengan pembayaran di tangguhkan 1
bulan sampai 1 tahun persetujuan tersebut yang meliputi cara pembayaran
sekaligus.
Al-Bai’u Bithaman Ajil
Persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok di tambah
dengan keuntungan yang di sepakati bersama . persetujuan ini termasuk pula
jangka waktu pembayaran fan jumlah ansuran.
5. Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri
Al-ijarah yaitu perjajian
antara pemilik barang dengan penyewa
yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa
sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak setelah masa berakhir maka barang
akan di kembalikan kepada pemilik.
Sedangkan Al-Ta’jiri
perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk
memanfaatkan barang tersebut membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua
belah pihak. Setelah berakhir masa sewa , maka pemilik barang menjual barang
tersebut kepada penyewa dengan harga yang di setujui kedua belah pihak.
6. Al-Qardhul Hasan
Yaitu suatu pinjam lunak yang
di berikan atas dasar kewajiban sosial semata , dimna pemimjaman tidak
berkewajiban untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman dan biaya
administrasi.[9]
E. Perbedaan
Bank Umum Syariah dengan BPR Syariah
Bank umum syriah ( bank bagi
hasil) adalah bank yang dalam aktifitasnya tidak menarik bunga dari jasa
usahanya, tetap di perhitungkan mendapat bagian jasa berupa bagi hasil. Bank
pembiayaan rakyat syariah (BPRS) adalah bank syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
bank pembiyaan rakyat syariah (BPRS) tidak dapat di konversi menjadi bank
perkeditan rakyat (BPR). Perbedaan antara bank umum syariah dengan bank
pembiyaan rakyat syariah terdapat perbedaan berdasarkan peraturan bank
Indonesia no 11/3/PBI 2009 umtuk BPRS.
A.Perizinan pendirian
Bank
umum syariah :
·
Memegang izin dari bank Indonesia.
·
Modal awal pembukaan sebesar 1.000.000.000.000 (satu
triliyun rupiah)
·
Milik warga Negara Indonesia/ badan hukum Indonesia/
pemerintahan daerah.
·
Bagi bank asing yang membuka kantor cabang syariah
dana disetor minimal Rp. 1 triliyun, yang dapat berupa rupiah atau valuta
asing.
BPRS
·
Saham dimiliki warga Negara Indonesia (WNI) 100%
·
Pemilik merupakan WNI atau pemerintahan daerah.
·
Modal pendirian BPRS.
B.Pimpinan
Bank umum syariah
·
Jumlah anggota dewan komisaris oaling 3 orang dan
paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi.
·
Satu dari dewan komisaris wajib tinggal di Indonesia.
·
Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris
adalah independen.
BPRS
·
Dewan komisaris paling sedikit 2 orang dan paling
banyak 3 orang .
·
Direktur utama dan memiliki pengalaman paling sedikit
2 tahun di bidang pendanaan .
·
Untuk menjadi di reksi minimal 3 tahun sebagai
direksi atau setingkat dengan di reksi di lembaga keuangan mikro syariah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.Bank islam atau biasa di sebut
dengan bank tanpa bunga,adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan
produknya di kembangkan berlandaskan pada AL-Quran dan hadist nabi SAW.Bank
syariah ini mengharamkan sistem riba dan pada awal didirikan di Negara Pakistan
dan Malaysia sekitar tahun 1940-an dan perkembangannya pada awalnya di sebuah
bank di mesir pada tahun 1963 di kairo
B. Saran
Perkembangan bank syariah di
Indonesia pada saat ini masih belum menyeluruh di karenakan masyarakat masih
banyak menggunakan bank konvensional yang menjadi pilihan utama masyarakat
untuk meminjam uang.oleh karena itu bank syariah harus mampu membuat pemikiran
bahwa menggunakan bank syariah merupakan bentuk gaya hidup sehingga di anggap
keren publik.di sini masyarakat kemudian mudah di edukasi kalau sudah
membicarakan masalah gaya hidup.
[1]
Drs. Muhammad, MAG,2002. Manejemen bank syariah,upp amp
ykpn,yigyakarta 55581. Hlm 13
[2]
Dr.mardani.2015.aspek hukum
lembaga keuangan syariah.jakarta:prenadamedia
[3]
Warkum sumitro,SH,MH.1997.Asas
asas perbankan islam dan lembaga-lembaga terkait.jakarta:pt raja
grafindopersada
[4]
Jundiani.pengaturan hukum
perbankan syariah di Indonesia.malang:uin malang press
[5]
Kitab az-Zuhud war-Raqaiq), no.5245.
[6]
Departemen Agama republic
Indonesia, Al-quran dan Terjemahan.(HR Muslim).
[7]
Drs.muhammad,M.Ag.2002.manajemen
bank syariah.yogyakarta:ampykpn
[8]
Drs.muhammmad,M.Ag.2005.pengantar
akuntansi syariah.jakarta:pt salemba emban patria
[9]
Drs.muhammad,M.Ag.2002.manajemen
bank syariah.yogyakarta:ampykpn
Komentar
Posting Komentar